BERITA KECAMATAN

Rekernas AMAN VIII Resmi Dibuka di Desa Kedang Ipil

Desa Kedang Ipil – Ratusan perwakilan Masyarakat Adat dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul di Desa Kedang Ipil Kecamatan Kota Bangun Darat, wilayah adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (Senin 14/04/2025)

Pembukaan Rakernas ditandai dengan pemukulan gendang  oleh Ketua Adat Lawas Kutai  Sumping Layang Murad didampingi Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, Ketua Dewan AMAN Nasional Stefanus Masiun serta pimpinan organisasi sayap dari Barisan Pemuda Adat Nasional, Perempuan AMAN, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara.

Mengusung tema “Perkuat Resiliensi Masyarakat Adat di Tengah Gempuran Pembangunan yang Merusak,” Rakernas ini menjadi ajang konsolidasi penting menghadapi ancaman terhadap wilayah adat, terutama ekspansi sawit dan proyek Ibu Kota Negara (IKN).

Ketua Panitia, Yoga Saeful Rizal, menyebut pemilihan Kedang Ipil sebagai tuan rumah adalah keputusan strategis. “Wilayah ini berada di garis depan konflik agraria. Rakernas ini memperkuat solidaritas dan strategi perjuangan,” ujarnya.

Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, mengungkap data mengejutkan: hanya dalam tiga bulan pertama 2025, terjadi 110 kasus pelanggaran terhadap komunitas adat. Sepanjang 2024, AMAN mencatat 121 kasus kriminalisasi dan perampasan wilayah seluas 2,8 juta hektare di 140 komunitas.

Kalimantan Timur disebut sebagai potret nyata krisis tersebut. Dari kekerasan di Muara Kate yang menewaskan seorang pejuang adat, pengusiran Suku Balik di Sepaku, hingga perusakan hutan mangrove di Paser, semua menunjukkan pola pembangunan eksploitatif yang makin agresif.

Rukka juga menyoroti bahaya kebijakan baru, termasuk 77 Proyek Strategis Nasional dan revisi UU TNI, yang menurutnya semakin memperkuat watak militeristik negara. Ia menekankan bahwa banyak aturan tentang Masyarakat Adat masih tercerai-berai dan tidak sinkron. “Legal belum tentu legitimate,” katanya.

Dalam dialog publik, akademisi UGM Yance Arizona mengingatkan bahwa arah demokrasi Indonesia sedang mundur. “Masyarakat Adat tidak anti pembangunan, tapi menolak pembangunan yang mencabut tanah mereka. Karena tanah adalah identitas,” tegasnya. Ia pun menyerukan pengesahan segera UU Masyarakat Adat.

Rakernas AMAN VIII menjadi momentum penting merumuskan langkah strategis ke depan. Forum ini menegaskan bahwa perjuangan Masyarakat Adat menjaga tanah, identitas, dan keberlanjutan lingkungan tak akan pernah padam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *